Makalah Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia



Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia

A. USAHA MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN INDONESIA (PASCA TAHUN 1945)

Sebelum memperoleh kemedekaan, bangsa Indonesia terlebih dahulu memproklamasikan kemerdekaannya yang dikenal dengan “Proklamasi Kemerdekaan”. Proses ini berawal dari terdengarnya berita kekalahan Jepang dari pihak sekutu, seketika juga kelompok pemuda mendesak Sukarno-Hata untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Bangsa Indonesia. Akan tetapi dengan alasan menunggu janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan Indonesia, Sukarno-Hata tidak dengan segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Hal inilah yang mendorong para pemuda melakukan aksi penculikan terhadap Sukarno-Hata ke Rengasdengklok yang akhirnya dikenal dengan “Peristiwa Rengasdengklok”. Proses perumusan teks prokalamasi kemerdekaan bertempat di rumah Laksamana Muda Tadashi Maeda dengan tujuan keamanan dan tidak terganggu oleh pihak Jepang.
Upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia melalui berbagai upaya, yaitu perlucutan senjata Jepang, menghadapi tentara sekutu dan NICA, serta perjuangan politik untuk mendapatkan pengakuan internasional. Kedatangan pihak sekutu ke Indonesia dengan tujuan melepaskan tawanan perang tentara sekutu dari Jepang dan melucuti tentara Jepang pada awalnya diterima dengan baik oleh rakyat Indonesia. Namun setelah tahu kedatangan sekutu diboncengi oleh NICA (Netherlands Indies Civil Administration) dengan tujuan Belanda ingin menguasai kembali wilayah Indonesia, akhirnya terjadilah konflik di berbagai daerah di Indonesia. Pada masa itu Belanda melalui pemimpin Van Mook membentuk Negara-negara bagian, yaitu NIT (Negara Indonesia Timur), Negara Pasundan, Daerah Istimewa Borneo Barat, Negara Madura, Negara Sumatra Timur, Negara Jawa Timur.


1. Latar Belakang Konflik Indonesia - Belanda
         Sebagaimana kita ketahui kemerdekaan bangsa Indonesia di kumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1845, sehari kemudian setelah itu tepatnya tanggal 18 agustus 1945 di tetapkan UUD ( UUD 1945 ) sebagai konstitusi negara RI dan di pilihnya Soekarno sebagai  Presiden dan Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden.Perjuangan bangsa indonesia selanjutnya semakin berat karena harus mempertahankan kemerdekaannya.
Adapun faktor penyebab konflik Indonesia dan Belanda antara lain :
1.      Kedatangan Tentara Sekutu Yang Di Boncengi Oleh NICA.
Semenjak Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945 maka secara hukum jepang tidak lagi berkuasa di Indonesia. Hal ini mengakibatkan Indonesia berada dalam keadaan Vacum Of Power (tidak ada seorang pemerintah yang berkuasa) maka pada waktu itu dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh bangsa Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya. Pada tanggal 10 September 1945 Panglima Bala Tentara Kerajaan Jepang di Jawa mengumumkan bahwa pemerintahan akan diserahkan pada Sekutu bukan pada pihak Indonesia. Dan pada tanggal 14 September perwirwa Sekutu datang ke Jakarta untuk mempelajari dan melaporkan keadaan di Indonesia menjelang pendaratan rombongan Sekutu.
Pada tanggal 29 September 1945 akhirnya Sekutu mendarat di Indonesia yang bertugas melucuti tentara Jepang. Semula rakyat Indonesia menyambut dengan senang hati kedatangan Sekutu, karena mereka mengumandangkan perdamaian. Akan tetapi, setelah diketahui bahwa Netherlands Indies Civil Administration (NICA) di bawah pimpinan Van der Plass dan Van Mook ikut di dalamnya, sikap rakyat Indonesia menjadi curiga dan bermusuhan. NICA adalah organisasi yang didirkan orang-orang Belanda yang melarikan diri ke Australia setelah Belanda menyerah pada Jepang. Organisasi ini semula didirikan dan berpusat di Australia. Keadaan bertambah buruk karena NICA mempersenjatai kembali KNIL setelah dilepas oleh Sekutu dari tawanan Jepang. Adanya keinginan Belanda berkuasa di Indonesia menimbulkan pertentangan, bahkan diman-mana terjadi pertempuran melawan NICA dan Sekutu.
Tugas yang diemban oleh Sekutu yang dalam hal ini dilakukan oleh Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) di bawah Letnan Sir Philip Christinson. Mereka memiliki keinginan untuk menghidupkan kembali Hindia Belanda. Adapun tugas AFNEI di Indonesia adalah sebagai berikut :
1.      Menerima penyerahan dari tangan Jepang.
2.      Membebaskan para tawanan perang dan interniran Sekutu.
3.      Melucuti dan mengumpulkan orang Jepang untuk kemudian dipulangkan.
4.      Menegakkan dan mempertahankan keadaan damai untuk kemudian diserahkan kepada pemerintahan sipil.
5.      Menghimpun keterangan tentang penjahat perang dan menuntut mereka di depan pengadilan.
Kedatangan pasukan Sekutu pada mulanya disambut dengan sikap netral oleh pihak Indonesia. Namun, setelah diketahui bahwa Sekutu membawa NICA(Netherland Indies Civil Administration) sikap masyarakat berubah menjadi curiga karena NICA adalah pegawai sipil pemerintah Hindia Belanda yang dipersiapkan untuk mengambil alih pemerintahan sipil di Indonesia. Para pemuda memberikan sambutan tembakan selamat datang. Situasi keamanan menjadi semakin buruk sejak NICA mempersenjatai kembali tentara KNIL yang baru dilepaskan dari tawanan Jepang.
Melihat kondisi yang kurang menguntungkan, Panglima AFNEI menyatakan pengakuan sedara de facto atas Republik Indonesia pada tanggal 1 Oktober 1945. Sejak saat itu, pasukan AFNEI diterima dengan tangan terbuka oleh pejabat-pejabat RI di daerah-daerah untuk membantu memperlancar tugas-tugas AFNEI.
Namun dalam kenyataannya di daerah-daerah yang didatangi Sekutu selalu terjadi insiden dan pertempuran dengan pihak RI. Hal itu disebabkan pasukan Sekutu tidak bersungguh-sungguh menghormati kedaulatan RI. Sebaliknya pihak Sekutu yang merasa kewalahan, menuduh pemerintah RI tidak mampu menegakkan keamanan dan ketertiban sehingga terorisme merajalela. Pihak Belanda yang bertujuan menegakkan kembali kekuasaannya di Indonesia berupaya memanfaatkan situasi ini dengan memberi dukungan kepada pihak Sekutu. Panglima Angkatan Perang Belanda, Laksamana Helfrich, memerintahkan pasukannya untuk membantu pasukan Sekutu.
Kedatangan tentara Sekutu yang diboncengi NICA menyebabkan terjadinya konflik dan pertempuran di berbagai daerah. Keinginan Belanda untuk kembali menjajah Indonesia berhadapan dengan rakyat Indonesia yang mempertahankan kemerdekaannya. Oleh karena itu, terjadi pertempuran di berbagai daerah di Indonesia. Konflik antara Indonesia-Belanda ini akhirnya melibatkan peran dunia internasional untuk menyelesaikannya.
2.      Kedatangan NICA ( Belanda ) Berupaya Untuk Menegakkan Kembali Kekuasaannya Di Indonesia .
NICA berusaha mempersenjatai kembali KNIL (Koninklijk Nerderlands Indisch Leger, yaitu Tentara Kerajaan Belanda yang ditempatkan di Indonesia). Orang-orang NICA dan KNIL di Jakarta, Surabaya dan Bandung mengadakan provokasi sehingga memancing kerusuhan. Sebagai pimpinan AFNEI, Christison menyadari bahwa untuk kelancaran tugasnya diperlukan bantuan dari Pemerintah Republik Indonesia. Oleh karena itu diadakanlah perundingan dengan pemerintah RI. Christison mengakui pemerintahan de facto Republik Indonesia pada tanggal 1 Oktober 1945. la tidak akan mencampuri persoalan yang menyangkut status kenegaraaan Indonesia. Dalam kenyataannya pasukan Sekutu sering membuat hura-hara dan tidak menghormati kedaulatan bangsa Indonesia. Gerombolan NICA sering melakukan teror terhadap pemimpin-pemimpin kita. Dengan demikian bangsa Indonesia mengetahui bahwa kedatangan Belanda yang membonceng AFNEI adalah untuk menegakkan kembali kekuasaannya di Indonesia. Oleh karena itu bangsa kita berjuang dengan cara-cara diplomasi maupun kekuatan senjata untuk melawan Belanda yang akan menjajah kembali. Konflik antara Indonesia dengan Belanda ini akhirnya melibatkan peran dunia intemasional untuk menyelesaikannya.
Usaha Perjuangan dalam Mempertahankan Kemerdekaaan Kemerdekaan Indonesia
Kehadiran pasukan Sekutu yang membawa orang-orang NICA pada tanggal 29 September 1945 sangat mencemaskan rakyat dan pemerintah RI. Keadaan ini semakin memanas ketika NICA mempersenjatai kembali bekas KNIL yang baru dilepaskan dari tahanan Jepang. Para pejabat Republik Indonesia yang menerima kedatangan pasukan ini karena menghormati tugas. Mereka menjadi sasaran teror dan percobaan pembunuhan. Oleh karena itu sikap pasukan Sekutu yang tidak menghormati kedaulatan negara dan bangsa Indonesia ini dihadapi dengan kekuatan senjata, oleh rakyat dan pemerintah. Di beberapa daerah muncul perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan sebagai berikut.
2.Usaha Perjuangan mempertahankan kemerdekaaan Indonesia
a. Pertempuran 10 November di Surabaya
Pertempuran di Surabaya diawali dengan pendaratan pasukan Sekutu dibawah pimpinan Brigjen A.W.S. Mallaby pada tanggal 25 Oktober 1945. Pada tanggal 27 Oktober, mereka menyerbu penjara dan membebaskan perwira-perwira Sekutu yang sebelumnya ditawan oleh pejuang-pejuang republik. Pembebasan tanpa izin pemerintah RI telah menimbulkan kemarahan rakyat setempat, sehingga mereka secara serentak mengadakan serangan terhadap Sekutu.

Pertempuran Surabaya atau lebih dikenal dengan pertempuran 10 November 1945 dilatarbelakangi dengan adanya perbedaan persepsi tentang kepemilikan senjata. Tentara Keamanan Rakyat dan rakyat Indonesia yang baru saja mendapatkan senjata rampasan dari tentara Jepang yang menyerah diperintahkan oleh Inggris (yang waktu itu dalam misi untuk melucuti tentara Jepang yang kalah perang dan mengatur pemulangan tentara Jepang ke Jepang) untuk menyerahkan senjata. Perintah itu dipandang oleh Tentara Keamanan Rakyat dan rakyat Indonesia sebagai intervensi terhadap kedaulatan kemerdekaan karena berarti Indonesia tidak diperkenankan untuk melindungi diri sendiri. Apalagi ada gelagat Belanda ingin menggunakan perintah penyerahan senjata itu sebagai cara melemahkan pertahanan Indonesia demi keinginannya untuk kembali menjajah Indonesia (waktu itu Belanda membonceng Inggris untuk masuk kembali ke Indonesia dalam misi bernama NICA = Netherlands Indies Civil Administration)

Sejak perintah penyerahan senjata itu muncul kondisi di Surabaya sudah mulai kurang kondusif. Tentara Keamanan Rakyat dan rakyat yang semula mendukung dan membantu tentara Inggris dalam melucuti tentara Jepang, mulai mengambil jarak dan mulai melakukan perlawanan terhadap Inggris demi mempertahankan senjata dan kedaulatan nya untuk mempertahankan diri. Serangan terhadap tentara Inggris dan Belanda mulai terjadi sampai saat itu Bung Karno dan Bung Hatta terpaksa diterbangkan ke Surabaya oleh Inggris demi menenangkan keadaan. Gencata senjata sementara sempat terjadi, sampai suatu peristiwa memicu pertempuran besar terjadi, yaitu meninggalnya Jenderal Mallaby ditangan para pejuang Indonesia.

Namun peristiwa meninggalnya Jenderal Mallaby itu sungguh membuat tentara Inggris murka dan mengultimatum Tentara Keamanan Rakyat serta rakyat khusus nya di Surabaya, untuk menyerahkan senjata nya paling lambat 10 November 1945 atau akan diserbu oleh tentara Inggris.
 
Mendengar ultimatum tersebut Tentara Keamanan Rakyat dan rakyat Surabaya bukannya takut, melainkan menjadi lebih gigih dan berkobar semangatnya. Terlebih lagi saat itu beberapa organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Masyumi sempat juga mengeluarkan pernyataan bahwa perang mempertahankan kedaulatan adalah bentuk jihad. Ditambah sosok Bung Tomo yang dengan pidato-pidatonya terus memompa semangat perjuangan.

Sejarah mencatat bahwa ultimatum penyerahan senjata itu tidak ditanggapi oleh Tentara Keamanan Rakyat dan rakyat di Surabaya, sehingga 10 November 1945 terjadilah pertempuran besar di Surabaya. Dalam waktu 3 hari, tentara Inggris memang berhasil menguasai kota Surabaya, tetapi serangan-serangan dari Tentara Keamanan Rakyat dan rakyat di Surabaya berlangsung selama sekitar 3 minggu. Tentara Inggris sangat kewalahan menghadapi pertempuran itu sampai harus mendatangkan bala bantuan dan memborbardir kota Surabaya dengan pesawat terbang dan kapal perangnya.
 
Walaupun akhirnya tentara Inggris berhasil menguasai kota Surabaya, namun pertempuran itu menjadi sebuah bukti bahwa Indonesia sudah menjadi suatu negara yang berdaulat dan rakyat Indonesia sepenuhnya mendukung kemerdekaan itu sampai rela berjuang mati-matian demi mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan itu. Pertempuran itu juga menjadi semacam pembangkit semangat seluruh rakyat Indonesia untuk tetap mempertahankan kemerdekaan yang diproklamirkan 17 Agustus 1945.

Pemerintah Indonesia akhirnya menetapkan tanggal 10 November 1945 sebagai Hari Pahlawan demi menghormati semangat juang arek-arek Suroboyo (sebutan untuk rakyat di Surabaya) yang berjuang mempertahankan kedaulatan sampai gugur dimedan perang.

         Dalam suatu pertempuran, Mallaby terbunuh. Hal ini menimbulkan kemarahan Sekutu, sehingga komandan pasukan Sekutu di Jawa Timur, Mayjend R. Mansergh mengeluarkan ultimatum. Ultimatum tersebut berisi :
a.       semua pemimpin Indonesia termasuk pemimpin pergerakan, pemuda, polisi, dan petugas radio harus melapor kepada Inggris dalam batas waktu sampai pukul 18.00 pada tanggal 9 November 1945;
b.      mereka harus berbaris satu-persatu dengan membawa senjata yang dimilikinya;
c.       setelah meletakkan senjata, mereka harus berjalan dengan tangan di atas kepala menuju pos yang telah ditentukan;
d.      jika ultimatum ini tidak ditaati, Inggris akan menghancurkan seluruh kota Surabaya.
         Ultimatum tersebut tidak digubris oleh rakyat Surabaya yang didukung juga oleh gubernurnya R. Soerjo. Semangat untuk membela dan mempertahankan kemerdekaan telah mendorong rakyat rela berkorban. Bung Tomo salah seorang pimpinan para pejuang selalu membangkitkan semangat perjuangan melalui radio agar rakyat Surabaya tidak menghiraukan ultimatum Inggris. Akhirnya, pasukan Inggris dan Belanda menggempur Surabaya dari segala jurusan dengan persenjatan berat dan lengkap pada tanggal 10 November 1945. Penduduk Surabaya bertempur mati-matian sehingga banyak korban yang tewas. Pertempuran di Surabaya bagi pasukan Inggris sendiri merupakan perang terbesar yang dialaminya setelah Perang Dunia II, sehingga mereka menyebutnya “neraka”. Peristiwa tanggal 10 November tersebut kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya, Mayor Jenderal Robert Mansergh mengeluarkan ultimatum yang menyebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945.
Ultimatum tersebut kemudian dianggap sebagai penghinaan bagi para pejuang dan rakyat yang telah membentuk banyak badan-badan perjuangan / milisi. Ultimatum tersebut ditolak oleh pihak Indonesia dengan alasan bahwa Republik Indonesia waktu itu sudah berdiri, dan Tentara Keamanan Rakyat TKR juga telah dibentuk sebagai pasukan negara. Selain itu, banyak organisasi perjuangan bersenjata yang telah dibentuk masyarakat, termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar yang menentang masuknya kembali pemerintahan Belanda yang memboncengi kehadiran tentara Inggris di Indonesia.
Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan berskala besar, yang diawali dengan pengeboman udara ke gedung-gedung pemerintahan Surabaya, dan kemudian mengerahkan sekitar 30.000 infanteri, sejumlah pesawat terbang, tank, dan kapal perang.
Inggris kemudian membombardir kota Surabaya dengan meriam dari laut dan darat. Perlawanan pasukan dan milisi Indonesia kemudian berkobar di seluruh kota, dengan bantuan yang aktif dari penduduk. Terlibatnya penduduk dalam pertempuran ini mengakibatkan ribuan penduduk sipil jatuh menjadi korban dalam serangan tersebut, baik meninggal maupun terluka.
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/e/ed/Bung_Tomo.jpg/220px-Bung_Tomo.jpg
Bung Tomo di Surabaya, salah satu pemimpin revolusioner Indonesia yang paling dihormati. Foto terkenal ini bagi banyak orang yang terlibat dalam Revolusi Nasional Indonesia mewakili jiwa perjuangan revolusi utama Indonesia saat itu.[5]
Di luar dugaan pihak Inggris yang menduga bahwa perlawanan di Surabaya bisa ditaklukkan dalam tempo tiga hari, para tokoh masyarakat seperti pelopor muda Bung Tomo yang berpengaruh besar di masyarakat terus menggerakkan semangat perlawanan pemuda-pemuda Surabaya sehingga perlawanan terus berlanjut di tengah serangan skala besar Inggris.
Tokoh-tokoh agama yang terdiri dari kalangan ulama serta kyai-kyai pondok Jawa seperti KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wahab Hasbullah serta kyai-kyai pesantren lainnya juga mengerahkan santri-santri mereka dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan (pada waktu itu masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan taat kepada para kyai) shingga perlawanan pihak Indonesia berlangsung lama, dari hari ke hari, hingga dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran skala besar ini mencapai waktu sampai tiga minggu, sebelum seluruh kota Surabaya akhirnya jatuh di tangan pihak Inggris.
Setidaknya 6,000 - 16,000 pejuang dari pihak Indonesia tewas dan 200,000 rakyat sipil mengungsi dari Surabaya. [2]. Korban dari pasukan Inggris dan India kira-kira sejumlah 600 - 2000 tentara. [3] Pertempuran berdarah di Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil yang menjadi korban pada hari 10 November ini kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan oleh Republik Indonesia hingga sekarang.
b. Pertempuran Medan Area (10 Desember 1945)                                         
Berita Proklamasi Kemerdekaan baru sampai di Medan pada tanggal 27 Agustus 1945. Hal ini disebabkan sulitnya komunikasi dan adanya sensor dari tentara Jepang. Berita tersebut dibawa oleh Mr. Teuku M. Hassan yang diangkat menjadi Gubernur Sumatra. Ia ditugaskan oleh pemerintah untuk menegakkan kedaulatan Republik Indonesia di Sumatera dengan membentuk Komite Nasional Indonesia di wilayah itu. Pada tanggal 9 Oktober 1945 pasukan Sekutu mendarat di Sumatera Utara di bawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly. Serdadu Belanda dan NICA ikut membonceng pasukan ini yang dipersiapkan mengambil alih pemerintahan. Pasukan Sekutu membebaskan para tawanan atas persetujuan Gubernur Teuku M. Hassan. Para bekas tawanan ini bersikap congkak sehingga menyebabkan terjadinya insiden di beberapa tempat. Achmad Tahir, seorang bekas perwira tentara Sukarela memelopori terbentuknya TKR Sumatra Tirnur. Pada tanggal l0 Oktober 1945. Di samping TKR, di Sumatera Timur terbentuk Badan-badan perjuangan dan laskar-laskar partai. Pada tanggal 18 Oktober 1945 Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly memberikan ultimatum kepada pemuda Medan agar menyerahkan senjatanya. Aksi-aksi teror mulai dilakukan oleh Sekutu dan NICA. Pada tanggal 1 Desember 1945 Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di berbagai sudut pinggiran kota Medan. Bagaimana sikap para pemuda kita? Mereka dengan gigih membalas setiap aksi yang dilakukan pihak Inggris dan NICA. Pada tanggal 10 Desember 1945 pasukan Sekutu melancarkan serangan militer secara besar-besaran dengan menggunakan pesawat-pesawat tempur. Pada bulan April 1946 pasukan Inggris berhasil mendesak pemerintah RI ke luar Medan. Gubernur, Markas Divisi TKR, Walikota RI pindah ke Pematang Siantar. Walaupun belum berhasil menghalau pasukan Sekutu, rakyat Medan terus berjuang dengan membentuk Laskar Rakyat Medan Area.
Selain di daerah Medan, di daerah-daerah sekitarnya juga terjadi perlawanan rakyat terhadap Jepang, Sekutu, dan Belanda. Di Padang dan Bukittinggi pertempuran berlangsung sejak bulan November 1945. Sementara itu dalam waktu yang sama di Aceh terjadi pertempuran melawan Sekutu. Dalam pertempuran ini Sekutu memanfaatkan pasukan-pasukan Jepang untuk menghadapi perlawanan rakyat sehingga pecah pertempuran yang dikenal dengan peristiwa Krueng Panjol Bireuen. Pertempuran di sekitar Langsa/Kuala Simpang Aceh semakin sengit ketika pihak rakyat dipimpin langsung oleh Residen Teuku Nyak Arif. Dalam pertempuran ini pejuang kita berhasil mengusir Jepang. Dengan demikian di seluruh Sumatera rakyat bersama pemerintah membela dan mempertahankan kemerdekaan.




c. Peristiwa Palagan Ambarawa (21 November – 15 Desember 1945)
Pertempuran di Ambarawa terjadi pada tanggal 21 November 1945 dan berakhir tanggal 15 Desember 1945, antara pasukan TKR dan laskar pemuda melawan pasukan Inggris. Peristiwa tersebut dilatar-belakangi sebuah insiden di Magelang sesudah mendaratnya Brigade Artileri dari Divisi India ke-23 di Semarang. Pihak RI memperkenankan mereka untuk mengurus tawanan perang yang berada di penjara Ambarawa dan Magelang. Tetapi kedatangan pasukan Inggris ternyata diikuti oleh pasukan NICA yang kemudian mempersenjati para bekas tawanan perang Jepang tersebut. Maka pecahlah pertempuran di Ambarawa-Magelang

Pada waktu itu, TKR dibawah pimpinan Panglima Divisi V Banyumas, Kolonel Soedirman dan berhasil memukul mundur Sekutu sampai ke Semarang pada tanggal 15 Desember 1945. Kemenangan di Ambarawa itu mempunyai arti yang sangat penting karena letaknya yang strategis. Apabila musuh menguasai Ambarawa, mereka bisa mengancam tiga kota utama di Jawa Tengah, yaitu Surakarta (Solo), Magelang, dan terutama Yogyakarta yang merupakan tempat kedudukan markas tertinggi TKR. Pertempuran di Ambarawa tersebut terkenal dengan sebutan “Palagan Ambarawa”, dan sampai sekarang selalu diperingati sebagai “Hari Infanteri” oleh TNI-AD.
Pertempuran Ambarawa berlangsung empat hari, dari 13-15 Desember 1945. Semangat juang pasukan TKR menjadi penentu kemenangan dalam melawan musuh.
Awal Pertempuran Perjuangan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang dipimpin Jenderal Soedirman pada pertengahan Desember 1945, membuat tentara sekutu terjepit dan akhirnya mundur dari Ambarawa menuju Semarang. Walaupun dihadang dengan seluruh kekuatan persenjataan modern serta kemampuan taktik dan strategi sekutu, para pejuang RI tak pernah gentar sedikitpun. Mereka melancarkan serangan dengan gigih seraya melakukan pengepungan ketat di semua penjuru kota Ambarawa. Dengan gerakan pengepungan rangkap ini sekutu benar-benar terkurung dan kewalahan. Jenderal Soedirman sebagai pemimpin pasukan menegaskan perlunya mengusir tentara sekutu dan Ambarawa secepat mungkin. Sebab sekutu akan menjadikan Ambarawa sebagai basis kekuatan untuk merebut Jawa Tengah. Dengan semboyan “Rawe-rawe rantas malang-malang putung, patah tumbuh hilang berganti”, pasukan TKR memiliki tekad bulat membebaskan Ambarawa atau dengan pilihan lain gugur di pangkuan ibu pertiwi.
Peristiwa Pertempuran Ambarawa Serangan pembebasan Ambarawa yang berlangsung selama empat hari empat malam dilancarkan dengan penuh semangat pantang mundur. Dari tanggal 12 hingga 15 Desember 1945, para pejuang tidak menghiraukan desingan-desingan peluru maut dan lawan. Letusan tembakan sebagai isyarat dimulainya serangan umum pembebasan Ambarawa, terdengar tepat pukul 04.30 WIB pada 12 Desember 1945. Pejuang yang telah bersiap-siap di seluruh penjuru Ambarawa mulai merayap mendekati sasaran yang telah ditentukan, dengan siasat penyerangan mendadak secara serentak di segala sektor. Seketika, dan segala penjuru Ambarawa penuh suara riuh desingan peluru, dentuman meriam, dan ledakan granat. Serangan dadakan tersebut diikuti serangan balasan musuh yang kalang kabut.
Akhir pertempuran Sekitar pukul 16.00 WIB, TKR berhasil menguasai Jalan Raya Ambarawa Semarang, dan pengepungan musuh dalam kota Ambarawa berjalan dengan sempurna. Terjadilah pertempuran jarak dekat. Musuh mulai mundur pada 14 Desember 1945. Persediaan logistik maupun amunisi musuh sudah jauh berkurang.
Akhirnya, pasukan sekutu mundur dan Ambarawa sambil melancarkan aksi bumi hangus pada 15 Desember 1945, pukul 17.30 WIB. Pertempuran berakhir dengan kemenangan gemilang pada pihak TKR. Pasukan TKR berhasil merebut benteng pertahanan sekutu yang tangguh. Kemenangan pertempuran Ambarawa pada 15 Desember 1945. Keberhasilan Panglima Besar Jenderal Soedirman ini kemudian diabadikan dalam bentuk monumen Palagan Ambarawa. TNI AD memperingati tanggal tersebut setiap tahun sebagai Hari Infanteri.




Bandung Lautan Api (23 Maret 1946)
Pada bulan Oktober 1945, Tentara Republik Indonesia (TRI) dan pemuda serta rakyat sedang berjuang melawan tentara Jepang untuk merebut senjata dari tangan Jepang. Pada saat itu, pasukan AFNEI sudah memasuki kota Bandung. Pasukan AFNEI menuntut pasukan Indonesia untuk menyerahkan senjata. Disamping itu, TRI harus mengosongkan kotra Bandung bagian utara paling lambat tanggal 29 Oktober 1945.
Tuntutan dari AFNEI tersebut tidak diindahkan oleh TRI maupun rakyat Bandung. Dipimpin oleh Arudji Kartawinata, TRI dan pemuda Bandung melakukan serangan terhadap kedudukan AFNEI. Pertempuran itu berlanjut hingga memasuki tahun 1946. Pada tanggal 23 maret 1946, AFNEI kembali mengeluarkan ultimatum supaya TRI meninggalkan kota Bandung. Ultimatum itu diperkuat dengan adanya perintah dari pemerintah pusat Jakarta supaya TRI meninggalkan Bandung.
Pemerintah dari pusat tersebut memang bertentangan dengan instruksi dari markas TRI di Yogyakarta. Sebelum meninggalkan Bandung, TRI mengadakan perlawanan dengan cara membumihanguskan kota Bandung bagian selatan. Tindakan itu membawa akibat fatal bagi pasukan AFNEI, karena mengalami kesulitan akomodasi dan logistik di kota Bandung. Tindakan membumihanguskan kota dikenal dengan Bandung Lautan Api.


e. Peristiwa Merah Putih di Manado (14 Februari 1946)
Peristiwa Merah Putih di Manado terjadi tanggal 14 Pebruari 1946. Para pemuda tergabung dalam pasukan KNIL (Koninklijk Nederlands Indische Leger). Kompeni VII bersama laskar rakyat dari barisan pejuang melakukan perebutan kekuasaan pemerintahan di Manado, Tomohon dan Minahasa. Sekitar 600 orang pasukan dan pejabat Belanda berhasil ditahan. Pada tanggal 16 Pebruari 1946 mereka mengeluarkan surat selebaran yang menyatakan bahwa kekuasaan di seluruh Manado telah berada di tangan bangsa Indonesia. Untuk memperkuat kedudukan Republik Indonesia, para pemimpin dan pemuda menyusun pasukan keamanan dengan nama Pasukan Pemuda Indonesia yang dipimpin oleh Mayor Wuisan.
Bendera Merah Putih dikibarkan di seluruh pelosok Minahasa hampir selama satu bulan, yaitu sejak tanggal 14 Pebruari 1946. Dr. Sam Ratulangi diangkat sebagai Gubernur Sulawesi bertugas untuk memperjuangkan keamanan dan kedaulatan rakyat Sulawesi. Ia memerintahkan pembentukan Badan Perjuangan Pusat Keselamatan Rakyat. Dr. Sam Ratulangi membuat petisi yang ditandatangani oleh 540 pemuka masyarakat Sulawesi. Dalam petisi itu dinyatakan bahwa seluruh rakyat Sulawesi tidak dapat dipisahkan dari Republik Indonesia. Oleh karena petisi itu, pada tahun 1946, Dr. Sam Ratulangi ditangkap dan dibuang ke Serui (Irian Barat dan sekarang Papua)



2.3.      Perjuangan Diplomasi Indonesia
Selaian berjuang mempertahankan Indonesia melalui perjuangan fisik, Indonesia juga berusaha tetap mempertahankan kemerdekaanya melalui perjuangan Diplomasi. Diplomasi artinya perundingan/perjanjian yang dibuat untuk disepakati. Para pejuang diplomasi Indonesia berunding dengan Belanda untuk membuat perjanjian yang akan dilaksanakan.
 Berikut adalah berbagai perjuangan diplomasi kemerdekaan Indonesia:
1.    Perundingan Hooge Veluwe
Sebelum Perjanjian Linggajati didahului oleh perundingan di HogeVoluwe di Negeri Belanda yang dilaksanakan pada tanggal 14-25 April 1946, berdasarkan suatu rancangan yang disusun oleh Sjahrir, Perdana Mentri dalam Kabinet Sjahrir II.
Sebelumnya tanggal 10 Februari 1946, sewaktu Sjahrir menjabat Perdana Mentri dalam Kabinet Sjahrir I, Van Mook telah menyampaikan kepada Sjahrir rencana Belanda yang berisi pembentukan negara persemakmuran Indonesia, yang terdiri atas kesatuan kesatuan yang mempunyai otonomi dari berbagai tingkat negara persemakmuran menjadi bagian dari Kerajaan Belanda. Bentuk politik ini hanya berlaku untuk waktu terbatas, setelah itu peserta dalam kerajaan dapat menentukan apakah hubungannya akan dilanjutkan berdasarkan kerjasama yang bersifat sukarela.
Sementara itu pemerintah Inggris mengangkat seseorang Diplomat tinggi Sir Archibald Clark Kerr (yang kemudian diberi gelar Lord Inverchapel), untuk bertindak sebagai ketua dalam perundingan Indonesia – Belanda.
Segera setelah terbentuknya Kabinet Sjahrir II, Sjahrir membuat usulan-usulan tandingan. Yang penting dalam usul itu ialah bahwa : (A) RI diakui sebagai negara berdaulat yang meliputi daerah bekas Hindia Belanda, dan (B) antara negeri Belanda dan RI dibentuk Federasi. Jelaslah behwa usul ini bertentangan dengan usul Van Mook. Setelah diadakan perundingan antara Van Mook dan Sjahrir dicapai kesepakatan :
·         Rancangan perstujuan diberikan bentuk sebagai Perjanjian Indonesia Internasional dengan “Preambule”.
·         Pemerintah Belanda mengakui kekuasaan de Facto Republik atas Pulau Jawa dan Sumatra.
Pada rapat Pleno tanggal 30 Maret 1946 Van Mook menerangkan bahwa rancangannya merupakan usahanya pribadi tanpa diberi kekuasaan oleh pemerintahnya . Maka diputuskan bahwa Van Mook akan pergi ke Negeri Belanda, dan cabinet mengirim satu delegasi ke Negeri Belanda yang terdiri atas Soewandi, Soedarsono dan Pringgodigdo. Perundingan diadakan tanggal 14-25 April 1946. Pada hari pertama perundingan sudah mencapai Deadlock, karena bentuk perjanjian Internasional (treaty) tidak dapat diterima oleh kabinet Belanda. Perjanjian Internasional akan berarti bahwa RI mempunyai kedudukan yang sama dengan Belanda didunia Internasional. Padahal Belanda tetap menganggap dirinya sebagai negara pemegang kedaulatan atas Indonesia. Perundingan di Hoge Voluwe merupakan kegagalan, akan tetapi pengalaman yang diperoleh dari perundingan Hoge Voluwe ternyata berguna dalam perjanjian Linggajati.
Perundingan yang berlangsung di Hooge Voluwe ini tidak membawa hasil sebab Belanda menolak konsep hasil pertemuan Sjahrir-Van Mook-Clark Kerr di Jakarta Pihak Belanda tidak tersedia memberikan pengakuan de’facto kedaulatan RI atas Jawa dan Sumatera tetapi hanya jawa dan Madura serta dikurangi daerah-daerah yang diduduki oleh Pasukan Sekutu. Dengan demikian untuk sementara waktu hubungan Indonesia-Belanda terputus, akan tetapi Van Mook masih berupaya mengajukan usul bagi pemerintahannya kepada pihak RI.
2.    Perundingan Linggajati
Dalam rangka kelanjutan dari perundingan-perundingan sebelumnya, pada tanggal 10 November 1946 diselenggarakan perundingan yang bertempat di Linggarjati (perbatasan Cirebon-Kuningan). Delegasi Indonesia dipimpin oleh PM Sutan Syahrir, sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh H.J. Van Mook. Meskipun perundingan berjalan sangat alot, pada tanggal 15 November 1946 dicapailah suatu persetujuan yang terdiri 17 pasal, isinya antara lain :
a)      Belanda mengakui secara de facto wilayah RI yang meliputi Jawa, Madura, dan Sumatera Belanda harus sudah meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1947.

b)      Indonesia dan Belanda akan membentuk Negara Indonesia Serikat (RIS) yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia.
c)      Pembentukan Uni Indonesia – Belanda (Commonwealth).
         Bila dianalisa, hasil Persetujuan Linggarjati jelas sangat merugikan bagi bangsa Indonesia, sebab : Poin pertama, jelas merupakan kemunduran bagi RI karena kemerdekaan yang telah diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 adalah untuk seluruh wilayah dan rakyat Indonesia, akhirnya hanya meliputi sebagian saja (Jawa, Madura, dan Sumatera). Poin kedua : apa yang dulu diidam-idamkan sebagai negara kesatuan, ternyata hanya merupakan negara federasi. Poin ketiga : status Indonesia tidak merdeka penuh sebab masih terikat dari Kerajaan Belanda.
         Hasil perundingan tersebut akhirnya mempunyai dampak yang sangat kuat dengan munculnya pro dan kontra. Meskipun pemerintah menganggap bahwa perundingan itu merupakan alat diplomasi untuk melepaskan diri secara berangsur-angsur dari kekuasaan Belanda. Mereka yang pro kemudian tergabung dalam golongan Sayap Kiri, sedangkan yang kontra tergabung dalam golongan Banteng Republik. Golongan Banteng Republik tidak percaya lagi terhadap kepemimpinan Kabinet Syahrir dan menganggap bertanggung jawab terhadap hasil perundingan Linggarjati. Akhirnya Kabinet Syahrir jatuh dan menyerahkan mandatnya kepada Presiden Soekarno tanggal 27 Juni 1947. Presiden Soekarno kemudian membentuk kabinet baru yang dipimpin oleh Amir Syarifudin pada tanggal 3 Juli 1947.
         Kekacauan politik di Indonesia tersebut dimanfaatkan oleh Belanda ketika jatuhnya Kabinet Syahrir. Belanda membentuk Negara Pasundan dengan Soerja Kartalegawa sebagai wali negara pada tanggal 4 Mei 1947. Kemudian Negara Kalimantan Barat dengan Kepala Negaranya Sultan Hamid II, disusul kemudian dengan negara-negara lainnya di wilayah Indonesia. Dengan demikian, pecahlah negara kesatuan RI.
3.    Agresi Militer Belanda I, Terbentuknya KTN, dan Perundingan Renville
Pada tanggal 21 Juli 1947, Belanda melancarkan serangan yang besar-besaran  terhadap daerah-daerah RI. Agresi Belanda tersebut menyebebkan jatuhnya beberapa kota penting RI. Bagi Belanda, tindakan agresinya itu dianggap sebagai aksi polisional, yang menganggap perjuangan bangsa Indonesia menghadapi Belanda sebagai tindakan kaum ekstrimis yang memberontak terhadap pemerintah Belanda yang sah.
Agresi Militer Belanda I, mendapat reaksi dan kecaman yang keras dari negara-negara di kawasan Asia dan negara-negara anggota PBB, termasuk Amerika Serikat. Bagi Amerika Serikat, Belanda dianggap telah menyelewengkan dana bantuan program Marshall Plan untuk menyerang Indonesia. Pada tanggal 1 Agustus 1947, DK-PBB menyerukan kepada Belanda dan Indonesia agar mengadakan gencatan senjata dan segera mengadakan perundingan. Pada tanggal 4 Agustus 1947, DK-PBB mengumumkan penghentian tembak-menembak, yang mengakhiri Agresi Militer Belanda I.
Upaya selanjutnya dari DK-PBB adalah membentuk Komisi Jasa Baik (Goodwill Commission)yang dikenal dengan Komisi Tiga Negara (KTN) yang beranggotakan Australia (diwakili Richard Kirby), Belgia (diwakili Paul van Zeeland) dan Amerika Serikat (diwakili oleh Dr. Frank B. Graham). Setelah tiba di Jakarta, wakil-wakil KTN mengadakan penelitian tentang keadaan di Indonesia dengan pendekatan kepada kedua belah pihak yang bertikai. Kemudian KTN mengusulkan agar perundingan diselenggarakan di atas kapal milik AS, yaitu kapal AL USS Renville yang sedang berlabuh di Teluk Jakarta. Perundingan dilaksanakan pada tanggal 8 Desember 1947.

Delegasi Indonesia dipimpin oleh PM Amir Syarifudin, sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh R. Abdoel Kadir Widjojoatmodjo (seorang Indonesia yang pro Belanda).
Meskipun perundingan berjalan alot, KTN berhasil mengusulkan usul politik untuk dipilih kedua belah pihak yaitu :
a)     kemerdekaan bagi bangsa Indonesia
b)    kerja sama Indonesia-Belanda
c)     dibentuknya suatu negara federasi
d)    dibentuknya suatu Uni Indonesia-Serikat dan bagian lain
         Akhirnya perundingan di kapal Renville berhasil ditandatangani oleh semua pihak pada tanggal 17 Januari 1948. Persetujuan tersebut antara lain berisi :
a)      Persetujuan gencatan senjata
b)      5 pokok prinsip tambahan untuk perundingan guna memperlancar penyelesaian politik, antara lain :
1)      Belanda tetap memegang kedaulatan atas seluruh wilayah Indonesia, sampai kedaulatan diserahkan kepada RIS yang segera akan dibentuk.
2)      Sebelum RIS dibentuk, Belanda dapat mengerahkan sebagian dari kekuasaannya pada suatu pemerintahan federal sementara.
3)      RIS sebagai negara merdeka dan berdaulat, sederajat dengan Kerajaan Belanda dalam Uni Indonesia-Belanda. Namun Raja Belanda bertindak sebagai Kepala Uni.
4)      RI merupakan bagian dari RIS.
5)      Akan diadakan plebisit di wilayah Jawa, Madura, dan Sumatera untuk menentukan masuk RI atau RIS (di daerah-daerah RI yang diduduki Belanda hasil Agresi I).
 Hasil perundingan Renville jelas telah merugikan Indonesia. Hal tersebut menimbulkan pro dan kontra di kalangan politisi nasional maupun pejuang pergerakan. Dengan ditandatanganinya perjanjian tersebut, wilayah Indonesia menjadi semakin sempit, dan kedudukannya semakin terdesak karena RI harus mengakui daerah RI yang yang diduduki Belanda hasil dari agresinya. Melaksanakan Perjanjian Renville, berarti harus melaksanakan “garis demarkasi Van Mook”. Ini berarti, daerah-daerah   di    Jawa

Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur harus ada daerah-daerah yang “dikosongkan”.Dari Jawa Barat, pasukan Divisi Siliwangi harus hijrah ke Jawa Tengah, demikian pula tentara dari Divisi Damarwulan dari Jawa Timur harus ditarik ke wilayah RI. Perintah ini jelas menimbulkan reaksi yang sangat keras dari kalangan TNI dan para pejuang. Bahkan Letjen Oerip Soemohardjo mengundurkan diri dari jabatannya karena tidak dapat menerima keputusan pemerintah untuk meninggalkan kantong-kantong gerilya.
Akhirnya Kabinet Amir Syarifudin jatuh karena tidak mendapat dukungan dari rakyat, apalagi setelah keluarnya Masyumi dan PNI dari kabinet. Pada tanggal 29 Januari 1948, Presiden Soekarno membentuk kabinet baru dengan perdana menterinya, Drs. Moh. Hatta. Kondisi politik di Indonesia semakin rumit. Pemerintah harus menghadapi berbagai tantangan yang berat. Di satu pihak harus menghadapi kelicikan Belanda, di pihak lain harus menghadapi perpecahan di kalangan politisi dan pejuang sendiri. Dan pada waktu bersamaan harus menghadapi pemberontakan yang dilakukan PKI di Madiun. 
4.    Agresi Militer Belanda II
Agresi militer II Belanda terjadi pada 19 Desember 1948. Agresi militer itu diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir, dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara itu juga menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatera, yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranega.Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo Yogyakarta hari itu, Belanda menyatakan tidak lagi terikat dengan Perjanjian Renville.
Penyerangan terhadap Yogyakarta diawali dengan pemboman atas lapangan terbang Maguwo. Pada pukul 05.45 pagi itu, lapangan terbang Maguwo dihujani bom dan tembakan mitraliur oleh 5 pesawat Mustang dan 9 pesawat Kittyhawk. Pertahanan TNI di Maguwo hanya terdiri dari 150 orang pasukan, dengan persenjataan sangat minim. Akibatnya, dalam waktu singkat bandara Maguwo jatuh ke tangan pasukan Belanda. Sebanyak 128 tentara Indonesia tewas, sedangkan di pihak Belanda tidak ada satu pun korban.
Beriringan dengan agresi ke Yogyakarta, pasukan Belanda juga menyerang daerah-daerah lain di Jawa. Segera setelah mendengar berita agresi militer yang dilakukan Belanda tersebut, Panglima Besar Soedirman pun mengeluarkan perintah kilat yang dibacakan di radio tanggal 19 Desember 1948 pukul 08.00, dan perang gerilya melawan Belanda pun dimulai.
Akibat agresi militer Belanda tersebut, pihak internasional melakukan tekanan terhadap Belanda, terutama dari pihak Amerika Serikat yang mengancam akan menghentikan bantuannya kepada Belanda. Akhirnya, dengan terpaksa, Belanda bersedia untuk kembali berunding dengan RI. Pada tanggal 7 Mei 1949, Republik Indonesia dan Belanda menyepakati Perjanjian Roem-Royen
5.     PDRI dan Serangan Umum 1 Maret 1949
Sebenarnya, sebelum para pemimpin RI ditangkap Belanda, para pemimpin TNI dan Presiden RI sempat mengadakan sidang kilat yang menghasilkan keputusan, di antaranya yaitu :
a)      Memberi kuasa penuh kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatera;
b)      Kepada Mr. Maramis, L.N. Palar, dan Dr. Soedarsono yang sedang berada di India diberi tugas untuk membentuk Pemerintah Pelarian RI di India bila PDRI di Bukittinggi gagal.
Selanjutnya Presiden Soekarno melalui radiogram segera memberikan mandat kepada Menteri Kemakmuran Rakyat, Mr. Syafruddin Prawiranegara yang pada waktu itu sedang berada di Sumatera (Bukittinggi) agar membentuk PDRI. Dengan demikian, walaupun para pemimpin RI serta ibukota berada di tangan Belanda, pemerintahan RI terus tetap berjalan.
Terlepas dari polemik tentang siapa sebenarnya yang memiliki ide awal untuk melakukan serangan umum tanggal 1 Maret 1949 ke Yogyakarta apakah Sri Sultan Hamengkubuwono IX atau Letkol Soeharto, toh dalam kenyataannya TNI berhasil menduduki kota Yogyakarta selama 6 jam. Keberhasilan serangan ini kemudian disiarkan melalui radio di Wonogiri ke seluruh penjuru dunia. Serangan Umum 1 Maret 1949 mempunyai arti yang sangat penting bagi perjuangan bangsa Indonesia dalam menghadapi Belanda, yaitu :
a.       Ke dalam; secara psikologis dapat mendorong semangat perjuangan TNI dan rakyat Indonesia yang sedang berjuang melakukan perang gerilya.
b.      Ke luar; secara politik untuk membuktikan kepada dunia internasional bahwa TNI dan negara RI masih ada dan sekaligus membantah kebohongan Belanda yang menyatakan negara RI dan TNI sudah tidak ada lagi.
6.    Perundingan Roem-Royen
Berbagai bangsa di Asia, Afrika, dan Australia mengecam tindakan Belanda yang melakukan agresinya yang kedua ke Indonesia. Atas prakarsa Birma dan India, pada tanggal 20-23 Januari 1949 diselenggarakan Konferensi Asia di New Delhi, India. Dalam konferensi itu khusus membahas acara tunggal, yaitu Agresi Militer Belanda II. Konferensi tersebut menghasilkan suatu resolusi tentang masalah RI-Belanda, yaitu :
a)      Belanda harus mengembalikan Pemerintahan RI ke Yogyakarta;
b)      Pembentukan Pemerintahan ad-interim yang mempunyai kemerdekaan politik luar negeri, sebelum tanggal 15 Maret 1949;
c)      Tentara Belanda harus ditarik dari seluruh wilayah RI;
d)     Penyerahan kedaulatan kepada Pemerintah Indonesia Serikat paling lambat tanggal 1 Januari 1950.
Usaha perundingan kemudian ditempuh kembali dengan diadakannya perundingan awal di Jakarta tanggal 14 April 1949. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Mr. Moh. Roem, sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh Dr. J.H. van Roijen. Perundingan tersebut di bawah pengawasan UNCI yang dipimpin oleh Merle Cochran. Melalui perdebatan yang sengit, akhirnya dicapai persetujuan pada tanggal 7 Mei 1949 yang dikenal dengan Persetujuan Roem-Roijen (Roem-Roijen Statement). Persetujuan tersebut antara lain berisi :
a)      Pemerintah RI bersedia menghentikan perang gerilyanya;
b)      Pemerintah RI bersedia menjalin kerjasama untuk mengembalikan keamanan dan  ketertiban;
c)      Pemerintah Belanda menyetujui kembalinya Pemerintah RI ke Yogyakarta;
d)     Pemerintah Belanda bersedia menghentikan operasi militernya, membebaskan semua tahanan politik serta berusaha dengan sungguh-sungguh agar KMB segera dilaksanakan setelah pemerintah RI kembali ke Yogyakarta
7.    Konfrensi Inter-Indonesia
Konferensi Inter Indonesia merupakan konferensi yang berlangsung antara negara Republik Indonesia dengan negara-negara boneka atau negara bagian bentukkan Belanda yang tergabung dalam BFO (Bijenkomst Voor Federal Overslag) Konferensi Inter Indonesia berlangsung di Yogyakarta pada tanggal 19-22 Juli 1949 yang dipimpin oleh Wakil Presiden Drs. Mohammad Hatta. Karena simpati dari negara-negara BFO ini maka pemimpin-pemimpin Republik Indonesia dapat dibebaskan dan BFO jugalah yang turut berjasa dalam terselenggaranya Konferensi Inter-Indonesia. Hal itulah yang melatarbelakangi dilaksanaklannya Konferensi Inter-Indonesia. Soekarno menyebut konferensi ini sebagai “trace baru” bagi arah perjuangan Indonesia.
Konferensi ini banyak didominasi perbincangan mengenai konsep dan teknis pembentukan RIS, terutama mengenai susunan kenegaraaan berikut hak dan kewajiban antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hasil kesepakatan dari Konferensi Inter-Indonesia adalah:
1)      Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan demokrasi dan federalisme (serikat).
2)      RIS akan dikepalai oleh seorang Presiden dibantu oleh menteri-menteri yang bertanggung jawab kepada Presiden.
3)      RIS akan menerima penyerahan kedaulatan, baik dari Republik Indonesia maupun dari kerajaan Belanda.
4)      Angkatan perang RIS adalah angkatan perang nasional, dan Presiden RIS adalah Panglima Tertinggi Angkatan Perang RIS.
5)       Pembentukkan angkatan Perang RIS adalah semata-mata soal bangsa Indonesia sendiri. Angkatan Perang RIS akan dibentuk oleh Pemerintah RIS dengan inti dari TNI dan KNIL serta kesatuan-kesatuan Belanda lainnya.
Sidang kedua Konferensi Inter Indonesia di selenggrakan di Jakarta pada tanggal 30 Juli dengan keputusan: 
1)      Bendera RIS adalah Sang Merah Putih
2)      Lagu kebangsaan Indonesia Raya
3)      Bahasa resmi RIS adalah Bahsa Indonesia
4)      Presiden RIS dipilih wakil RI dan BFO. Pengisian anggota MPRS diserahkan kepada kebijakan negara-negara bagian yang jumlahnya enam belas negara.
Kedua delegasi juga setuju untuk membentuk panitia persiapan nasional yang bertugas mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan Konferensi Meja Bundar.
8.    Konferensi Meja Bundar (KMB)
Konferensi Meja Bundar diikuti oleh perwakilan dari Indonesia, Belanda, danperwakilan badan yang mengurusi sengketa antara Indonesia-Belanda. Berikut ini paradelegasi yang hadir dalam KMB:
a.       Indonesia terdiri dari Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Roem, Prof.Dr. Mr. Soepomo.
b.      BFO dipimpin Sultan Hamid II dari Pontianak.
c.       Belanda diwakili Mr. van Maarseveen.
d.      UNCI diwakili oleh Chritchley.
Setelah melakukan perundingan cukup lama, maka diperoleh hasil dari konferensi
tersebut. Berikut merupakan hasil KMB:
a)      Belanda mengakui RIS sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
b)      Pengakuan kedaulatan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 30 Desember 1949.
c)      Masalah Irian Barat akan diadakan perundingan lagi dalam waktu 1 tahun setelah pengakuan kedaulatan RIS.
d)     Antara RIS dan Kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia Belanda yang dikepalai Raja Belanda.
e)       Kapal-kapal perang Belanda akan ditarik dari Indonesia dengan catatan beberapa korvet akan diserahkan kepada RIS.
f)       Tentara Kerajaan Belanda selekas mungkin ditarik mundur, sedang TentaraKerajaan Hindia Belanda (KNIL) akan dibubarkan dengan catatan bahwa paraanggotanya yang diperlukan akan dimasukkan dalam kesatuan TNI.
Konferensi Meja Bundar memberikan dampak yang cukup menggembirakan bagi bangsa Indonesia. Karena sebagian besar hasil dari KMB berpihak pada bangsa Indonesia,sehingga dampak positif pun diperoleh Indonesia. Berikut merupakan dampak dari Konferensi Meja Bundar bagi Indonesia:
a.       Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia.
b.      Konflik dengan Belanda dapat diakhiri dan pembangunan segera dapat dimulai.
c.       Irian Barat belum bisa diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat.
d.      Bentuk negara serikat tidak sesuai dengan cita-cita Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Selain dampak positif, Indonesia juga memperoleh dampak negatif, yaitu belum diakuinya Irian Barat sebagai bagian dari Indonesia. Sehingga Indonesia masih berusaha untuk memperoleh pengakuan bahwa Irian Barat merupakan bagian dari NKRI

2.4    Faktor yang memaksa Belanda Keluar dari Indonesia
Ketika Belanda melakukan agresi militemya yang kedua, tanggal 19 Desember 1948, Dewan Keamanan PBB merasa tersinggung karena tindakan Belanda tersebut telah melanggar persetujuan gencatan senjata yang telah diprakasai oleh Komisi Tiga Negara (KTN). Di dalam negeri Indonesia pun Belanda tidak memperoleh dukungan politik bahkan para pejuang melakukan gerilya maupun serangan umum. Menghadapi kondisi yang demikian ini maka Belanda mengubah sikapnya yakni sepakat dilakukan gencatan senjata. Penghentian tembak menembak akan mulai berlaku di Jawa tanggal 11 Agustus 1949, dan di Sumatera pada tanggal 15 Agustus 1949. Pada masa gencatan senjata itulah berlangsung Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tanggal 23 Agustus 1949. Dalam konferensi ini hasil utamanya antara lain bahwa Belanda akan mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat pada akhir bulan Desember 1949. dengan demikian hal ini memaksa Belanda harus keluar dari bumi Indonesia. Sebenarnya faktor-faktor apa saja yang memaksa Belanda harus keluar dari Indonesia?
Faktor dari Dalam :
1.      Dari dalam negeri Indonesia, Belanda menyadari bahwa kekuatan militernya tidak cukup kuat untuk memaksa RI tunduk kepadanya.
2.      Perang yang berkepanjangan mengakibatkan hancurnya perkebunan dan pabrik-pabrik Belanda. Untuk menghindarkan hal itu Belanda harus mengubah strateginya.
3.      Belanda tidak mendapat dukungan politik dari dalam negeri Indonesia. Ketika membujuk Sultan Hamengkubuwono IX untuk menjadi pemimpin sebuah negara di Jawa maka ditolaknya.
4.      Para pejuang Republik Indonesia terus melakukan perang gerilya dan serangan umum.
Faktor dari Luar :
PBB dan Amerika Serikat mengambil sikap yang lebih tegas terhadap Belanda. Amerika Serikat mengancam akan menghentikan bantuan pembangunan yang menjadi tumpuan perekonomian Belanda. Dengan adanya faktor-faktor di atas maka diselenggarakanlah KMB yang bermuara diakuinya kedaulatan Republik Indonesia Serikat pada tanggal 27 Desember 1949 sehingga memaksa Belanda keluar dari bumi Indonesia.




Popular posts from this blog

Daftar Nama Pemeran Get Married